Sopir truk ugal-ugalan menjadi penyebab kecelakaan di Gerbang Tol Halim |
Kecelakaan yang terjadi di gardu tol Halim disebabkan oleh perilaku tidak bertanggung jawab sopir truk yang berkendara secara ugal-ugalan. Sebelum menabrak gerbang tol, sopir truk tersebut sebelumnya telah mengalami kecelakaan dengan Xpander Cross dan Brio. Insiden kecelakaan terjadi di gerbang tol Halim Utama jurusan Jakarta. Banyak kendaraan terlihat mengalami kerusakan serius akibat kecelakaan tersebut. Setelah dilakukan penyelidikan, didapati bahwa kecelakaan tersebut terjadi karena tindakan penuh sembrono dari sopir truk. Sebelum menabrak gardu tol, truk dengan warna merah tersebut sebelumnya mengalami kecelakaan dengan Brio dan Xpander. Menurut Kompol Hasby Ristama, Kasat PJR Ditlantas Polda Metro Jaya, insiden ini terjadi ketika kendaraan truk kuning BG 8420 VB, yang dikemudikan oleh seorang pemuda berusia 18 tahun bernama M I, melampaui batas berat yang diizinkan dan mengangkut sofa.
Truk tersebut menabrak kendaraan Brio berplat B 2780 T Y B dan Xpander hitam E 1505 MR sebelum gerbang tol sejauh 300 meter. Setelah terjadi tabrakan, pengemudi truk tidak menghentikan kendaraannya, melainkan justru meningkatkan kecepatan dengan cepat. Akhirnya, truk tiba di pintu gerbang tol dan menabrak mobil yang sedang antri di sana. Kemudian, truk berwarna kuning melaju dengan cepat melewati mobil Brio dan Xpander sebelum memasuki gardu nomor 3. Truk tersebut kemudian menabrak mobil Isuzu pikap bernomor Z 8445 A H dengan keras, menyebabkannya terpental hingga sampai di gardu nomor 5. Hasby melanjutkan ceritanya.
Sudah bukan pertama kalinya terjadi kecelakaan karena tingkah laku sopir truk yang ugal-ugalan. Beberapa kali insiden kecelakaan terjadi akibat para pengemudi yang tidak mematuhi aturan dalam mengemudi. Menurut Sony Susmana, yang merupakan seorang praktisi keselamatan berkendara dan Direktur Pelatihan Konsultan Keselamatan Defensive Indonesia "S D C I", sopir truk saat ini memiliki pemahaman yang kurang walaupun sudah mendapatkan pelatihan. Akhirnya tidak bisa menghindari terjadinya kecelakaan. Dalam pandangan Sony, dalam proses penerimaan sopir, langkah-langkah seleksi yang ketat dan berlapis perlu dilakukan sebelum mereka diterima dan bekerja.
Selain itu, dia juga perlu mendapatkan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan. Alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi adalah karena baik proses perekrutan maupun pelatihan seharusnya diadakan dengan jangka waktu beberapa bulan sekali. Sony baru-baru ini menyebut bahwa perjanjian tanggung jawab kasus kecelakaan harus diperbarui dengan melakukan refresh. Dalam pandangan Ahmad Wildan, seorang Senior Investigator dari KNKT, pelatihan yang diberikan kepada sopir truk dianggap tidak sesuai dengan situasi yang ada di lapangan. Wildan berkeinginan agar instansi pelatihan mampu mengembangkan kurikulum baru yang bersumber dari temuan-temuan permasalahan yang terjadi di lapangan. Karena alasan ini yang digunakan dalam industri penerbangan. Di setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi, lembaga bernama "KNKT" di negara terkait akan menyusun laporan dan mengirimkannya ke pusat dengan tujuan sebagai bahan pelatihan.
Jika semua pelatihan di Indonesia mengadopsi hal ini, itu akan sangat menguntungkan. Maka menjadi lebih bergerak. Hal ini dilakukan oleh industri penerbangan global. Jadi, dalam industri penerbangan, pelatihan merupakan dasar dari temuan seluruh dunia KNKT. Dalam proses pelatihan, terdapat suatu penilaian yang terdiri dari satu kesatuan komprehensif. Sebagai contoh, setelah mengikuti pelatihan, penting untuk melakukan praktik. Jangan hanya bersantai dan berpikir bahwa kita sudah bisa hanya dengan mendengarkan penjelasan. "Jika mungkin, harus membuktikannya," tambahnya.