Polisi Tewas di Dalam Mobil Alphard, di Depan Rumah Seorang Pengusaha |
Seorang anggota Polisi Lalu Lintas di Polresta Manado yang bernama Brigadir RAT telah ditemukan meninggal dunia di depan kediaman seorang pengusaha. Albertus Wahyurudhanto, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, menyatakan bahwa anggota Satlantas diduga melakukan aksi bunuh diri. Diduga, Brigadir RAT mengakhiri hidupnya dengan menembakkan pistol ke kepalanya di dalam kendaraan di Jalan Mampang Prapatan IV RT 10 RW 02, Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada hari Kamis, 25 April 2024.
Albertus mengungkapkan bahwa ia mendengar kabar bahwa Brigadir RAT diduga mengakhiri hidupnya di sekitar rumah seorang pengusaha. Albertus mengungkapkan bahwa dia mendapatkan informasi bahwa orang tersebut bekerja di sektor swasta, namun dia juga seorang pengusaha. Ujarannya tersebut disampaikan pada Sabtu, 27 April 2024. Dia meminta polisi untuk menyelidiki alasan mengapa Brigadir RAT memilih untuk mengakhiri hidupnya di tempat itu.
Di samping itu, pihaknya sedang mempelajari lebih lanjut mengenai izin cuti yang menjadi alasan Brigadir RAT, anggota Polresta Manado, yang memungkinkannya untuk melakukan perjalanan ke Jakarta. Kompolnas mendorong agar penyidik kepolisian melaksanakan penyelidikan yang menyeluruh terhadap peristiwa ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Brigadir RAT diduga meninggal dengan cara mengakhiri hidupnya sendiri menggunakan pistol pada kepalanya di dalam mobil Toyota Alphard, yang berada di Jalan Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan pada hari Kamis, tanggal 25 April 2024. Ia menembak dirinya menggunakan pistol HS dengan diameter sebesar 9 milimeter untuk mengakhiri hidupnya. Brigadir RAT melakukan penembakan tepat di area pelipis kanan. Peluru bergerak dengan cepat ke arah kiri, namun tiba-tiba berubah arah ke atas dan menembus atap mobil.
Menurut data dari kamera pengawas atau CCTV, Secara tiba-tiba, mobil berbalik arah ke sebelah kanan dan menghantam kendaraan yang sedang diparkir di halaman rumah penduduk. Orang-orang yang mendengar kejadian benturan, segera pergi ke tempat kejadian. Ketika pintu mobil terbuka, polisi Brigadir RAT ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Reza Indragiri, ahli psikologi forensik, berpendapat bahwa polisi terburu-buru dalam mengambil kesimpulan bahwa Brigadir RAT dari Satlantas Polresta Manado meninggal karena bunuh diri.
Pada tanggal 25 April 2024, seorang polisi bernama Brigadir RAT diduga mengakhiri hidupnya dengan menembakkan senjata api ke kepalanya di sebuah mobil di Jalan Mampang Prapatan IV RT 10 RW 02, Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Reza mempertanyakan langkah polisi dalam mengambil kesimpulan bahwa Brigadir RAT melakukan upaya bunuh diri dengan menembak kepalanya.Pasalnya, simpulan bunuh diri tersebut muncul tak lama setelah Brigadir RAT ditemukan tewas.
Reza melontarkan pertanyaan tentang bagaimana memahami kepolisian dapat dengan cepat mencapai kesimpulan bahwa ini adalah kasus bunuh diri dalam waktu yang singkat. Pada hari Sabtu tanggal 27 April 2024. Dia memohon agar penelusuran dilakukan oleh polisi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang dapat mengakibatkan Brigadir RAT meninggal dengan luka tembakan di bagian kepala.
Contohnya, dalam situasi tersebut, ada kemungkinan terjadi kecelakaan antara mobil Toyota Alphard yang sedang dikemudikan oleh RAT dengan kendaraan lain yang mengakibatkan terjadinya benturan tak terduga, yang pada gilirannya menyebabkan senjata api yang ada di dalam mobil tidak sengaja meledak.
Apabila memang terjadi bunuh diri Brigadir RAT, polisi seharusnya memiliki kewajiban untuk menyelidiki peristiwa yang terjadi sebelum kematian RAT. Apabila ada situasi di mana Brigadir RAT mengalami tekanan, pengancaman, atau manipulasi dari orang lain yang menyebabkan ia mengakhiri hidupnya, maka kejadian ini tidak bisa dianggap sebagai insiden yang terisolasi.
Jika kita melihat ke belakang, kemungkinan adanya tekanan dan ancaman terhadap anggota tersebut, maka sebaliknya dari menyebutnya sebagai kejadian tunggal, mungkin ada kejadian sebelumnya yang dapat berakibat pidana, seperti seseorang yang memerintahkan orang lain untuk melakukan tindakan berbahaya.