Upaya penyelundupan 56 ekor satwa langka ke negara India di Gagalkan Bea Cukai Soetta |
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPUBC TMP) di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 56 ekor satwa langka menuju India. Gatot Sugeng Wibowo, Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, mengungkapkan dalam konferensi pers di Tangerang pada hari Rabu bahwa terdapat puluhan satwa langka yang berusaha diselundupkan, yang terdiri dari 50 burung endemik, lima primata, dan satu marsupial.
"Pada pengungkapan ini, kami melakukannya sebanyak dua kali." "Kegiatan pertama akan dilaksanakan pada 29 Juli dan yang kedua pada 1 Agustus 2024," ujarnya. Berdasarkan hasil penindakan, ditemukan 10 orang pelaku, termasuk yang berinisial BKM (49), ZAS (48), SDB (47), dan AMAS (47). Mereka adalah seorang supir dan seorang sales properti yang terbang dengan maskapai IndiGo Air penerbangan kode 6E1602 menuju Mumbai, India.
Kemudian, AKK (50), BS (37), BR (56), SAS (49), SES (36), dan VS (48) membawa enam koper dalam penerbangan Malindo Air dengan kode OD349 yang menuju Bengaluru (BLR), India. Semua orang tersebut adalah warga negara India. "Mereka ditangkap oleh petugas karena membawa koper yang berisi satwa langka dari Indonesia," ungkapnya. Dia menguraikan latar belakang pengungkapan kasus ini yang berawal dari kecurigaan petugas tim Bea Cukai dan Avsec di Bandara Soekarno-Hatta terhadap barang bawaan beberapa warga negara asing dari India.
Kemudian, pihaknya melakukan pemeriksaan dan menemukan keseluruhan 30 ekor burung endemik, yang terdiri dari 12 ekor Maleo Senkawor (Macrocephalon Maleo), 2 ekor Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis Melanoleucus), 6 ekor Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus Manificus), 7 ekor Kolibri Black Sunbird (Leptocoma sericea), serta 2 ekor Kolibri Kelapa (Anthreptes Malacensis).
"Dari tindakan keimigrasian, total ditemukan 26 ekor berbagai jenis satwa, yang terdiri dari 6 ekor Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor), 4 ekor Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleucus), 1 ekor Cendrawasih Kerah Besar (Lophorina superba), 8 ekor Burung Raja Perling Sulawesi (Basilornis celebensis), 1 ekor Elang Alap Kelabu (Accipiter hiogaster), 5 ekor Tarsius (Tarsius sp), dan 1 ekor Kuskus (Phalanger sp)," jelasnya. Dalam kasus ini, petugas Bea Cukai menerima informasi bahwa para pelaku tersebut diperintahkan oleh seorang pengendali di India untuk mengangkut koper yang berisi puluhan satwa langka.
Mereka dijanjikan liburan ke Indonesia dengan imbalan sebesar 10.000 Rupee atau sekitar Rp2 Juta. "Modus operasinya adalah dengan memasukkan barang ke dalam keranjang rotan, lalu dicampurkan ke dalam koper bersama beberapa pakaian dan makanan lainnya untuk menutupi dan mengelabui petugas bandara," jelasnya. Saat ini, timnya masih sedang menyelidiki dan mengembangkan langkah-langkah lebih lanjut untuk menangkap otak utama di balik kasus penyelundupan satwa langka ini.
"Saat ini, kami masih melakukan penyelidikan untuk mengetahui sumber dan asal masalah ini." "Kami masih terus melakukan pengembangan untuk memastikan asal usul satwa ini," jelasnya. Ia menyatakan bahwa hasil dari penindakan ini telah memperlonggar daftar usaha penyelundupan barang ekspor CITES yang ditujukan ke India melalui para penumpang. Sebelumnya, mereka telah melakukan tindakan serupa terkait penyelundupan Burung Cendrawasih dan Berang-berang Albino yang melibatkan seorang artis Bollywood, yang diduga terhubung dengan jaringan perdagangan satwa liar ilegal di India.
"Menurutnya, India merupakan salah satu negara dengan permintaan tinggi untuk perdagangan satwa langka, dan di sana, satwa kita sangat diminati. Oleh karena itu, mereka sangat tertarik pada satwa langka yang berasal dari Indonesia dan Asia Tenggara." Berdasarkan tindakan 10 pelaku tersebut, pihaknya mengenakan dakwaan berdasarkan Pasal 102A huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang mengubah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Mereka dituduh mengekspor barang tanpa menyampaikan pemberitahuan pabean, yang dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. "Tentunya, dari dua tindakan ini, kami akan melanjutkan dengan mempertimbangkan pelanggaran terhadap UU Kepabeanan Pasal 102, sehingga petugas BC Soetta mengambil langkah lanjutan," ujarnya.